Menjadi Blogger yang Tahu Diri dan Ingat Mati

Menjadi Blogger yang Tahu Diri, Ingat Mati, dan Senantiasa Mengharap Rahmat-Nya

Pagi ini saya terbangun jam 3 pagi, seperti biasa sayapun menghidupkan komputer berharap dapat belajar dari dunia maya. Aktifitas online memang saya lakukan malam mengingat kalau siang saya punya kegiatan lain, dan hal itu juga karena keterbatasan signal internet yang lemah didaerahku (baca selengkapnya dalam Tentang Desa Babadsari).

Tidak seperti biasanya saya merenung, tidak tahu mengapa saya jadi merindukan ketenangan. Sejenak saya teringat akan sebuah cerita yang menurut saya benar-benar menginspirasi kehidupan sebagai seorang yang beranjak dewasa seperti saya, cerita nyata dari seorang Polisi yang sedang belajar menemukan makna hidup sejati. Untuk lebih jelasnya silahkan simak saja cerita berikut:

 Tatkala masih dibangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang.

Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang. Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri:

"Alangkah sabarnya mereka ... setiap hari begitu ... benar-benar mengherankan! " Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagi aan orang mukmin dan itulah shalat orang-orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk bermunajat kepada Allah.

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah padahal berbagai nasehat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu. Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Disana, aku tak mendengar lagi suara bac aan Al-Qur'an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat.

Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekerj aan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi. Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak.

Aku bingung dan sering melamun sendirian... banyak waktu luang... pengetahuanku terbatas. Aku mulai jenuh... tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelak aan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiay aan lain. Aku bosan dengan rutinitas.

Sampai suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan. Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas disebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol... tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengedarkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah yang berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.

Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.

Ucapkanlah "Laailaaha Illallaah ... Laailaaha Illallaah .." perintah temanku. Tetapi sungguh mengerikan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat... Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar.

Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bac aan syahadat. Tetapi... keduanya tetap terus saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya... Suara lagunya terdengar semakin melemah... lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak...keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatahpun. Selama perjalanan hanya ada kebisuan. Hening...

Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su'ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata "Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk.. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia." Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan kerumah sakit terasa singkat oleh pembicar aan kami tentang kematian. Pembicar aan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.

Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat khusyu' sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaan ku semula... Aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu yang lalu.

Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

Kejadian yang menakjubkan. .. Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu.... sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota . Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri dibelakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itupun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemaniku pada peristiwa pertama cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan. Dia masih sangat muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang taat menjalankan perintah agama. Wajahnya begitu bersih - mungkin karena sering tersiram air wudhlu. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.

Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an... dengan suara amat lemah.

"Subhanallah! dalam kondisi kritis seperti itu ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Darah mengguyur seluruh pakaiannya, tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu,ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu.

Selama hidup, aku tak pernah mendengar bac aan Al-Qur'an seindah itu.Dalam batin aku bergumam sendirian "Aku akan menuntunya membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu... apalagi aku sudah punya pengalaman." aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti terhipnotis mendengarkan suara bac aan Al-Qur'an yang merdu itu. Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding, menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. Tiba-tiba, suara itu terhenti. Aku menoleh kebelakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat.

Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, degup jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah meninggal. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit..... Kepada orang-orang di sana, kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah. Semua ingin ikut menyolatinya.

Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan, ketika kecelak aan , sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerj aan itu rutin ia lakukan setiap hari senin. Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Cerita diatas mungkin hanya sebatas cerita, tapi bagi kita yang mau mendalami makna yang ada dan tersirat didalamnya sungguh itu membuat trenyuh, hati seakan berdesir, saya sering meneteskan air mata jika membaca atau mendengar kisah-kisah yang menceritakan tentang makna kehidupan yang sebenarnya. Karena saya sadar bahwa apapun yang kita lakukan dari kecil sampai mati nanti semua itu hanya sebatas untuk beribadah dan mencari ridho-Nya, tidak lebih dari itu.

Bersama tulisan ini saya juga mengajak kepada para blogger indonesia, rekan-rekan terbaik saya, marilah kita menjadi blogger yang ikhlas, membaca dan menulis semata-mata untuk meraih ridho-Nya, apapun itu, meski mungkin kalian pecinta kontes SEO (seperti pada kontes websasdesign.com cinta blogger) yang tujuan kalian mencari kemenangan, namun niatkan itu juga untuk beribadah meraih ridho-Nya. Karena, bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang Perkasa, hanya ada satu harap, semoga kita mendapat rahmat-Nya dan menjadi penghuni surga. 

Online untuk Ibadah

Biarlah dunia jadi kenangan, juga langkah-langkah kaki yang terseok-seok, di sela dosa dan pertaubatan. Hari ini semoga masih ada usia, untuk mengejar rahmat dan ridho-Nya, dengan amal-amal yang nyata: memperbaiki diri dan mengajak orang lain meskipun sebatas melalui tulisan, melalui blog yang ada di dunia maya. 

Semoga artikel sederhana Menjadi Blogger yang Tahu Diri, Ingat Mati, dan Senantiasa Mengharap Rahmat-Nya ini dapat menjadi bahan renungan kita semua.
Salam...
***

0 komentar:

Posting Komentar

Trackbacks/Pingbacks

Archive Post