Kisruh PSSI; Apa dan Bagaimana


Apakah kamu mengikuti perkembangan dunia sepak bola Indonesia, khususnya terkait dengan kisruh PSSI?

Beberapa hari ini saya sedang senang mengikuti perkembangan PSSI, meski banyak kisruh disana-sini, namun menarik juga untuk disimak, karena asiknya saya sampai lupa meng-update blog dan mengoptimasi artikel kontes Mercedes-Benz Mobil Mewah Terbaik Indonesia serta Komodo Island is the NEW 7 Wonders of The World

Oke, kembali lagi ke permasalahan PSSI. Seperti kita tahu bahwa kongres PSSI kemarin dibubarkan karena kondisi yang tidak kondusif dan mengarah pada kekacauan. Dengan adanya kisruh dalam PSSI dan dunia sepak bola Indonesia, kini hampir semua orang jadi pengamat sepak bola, ya meskipun mereka mungkin asal ngomong dan subyektif plus pemikirannya terpengaruh sama berita di TV. 

Sengaja pada posting saya kali ini ingin sedikit mengulas tentang kisruh di tubuh PSSI, terutama terkait dengan gagalnya Kongres PSSI baru-baru ini. Sebagian tulisan saya ini juga saya ambil dari tulisan Pak Mansyur Alkatiri yang sempat juga mengulas kisruh PSSI ini dalam artikelnya di Kompasiana. 

Berikut saya cuplikkan beberapa point pentingnya:

Seluruh pemilik suara di Kongres PSSI, baik yang ro GT-AP (K-78) maupun yang anti GT-AP (di luar mereka) dulunya adalah antek-antek Nurdin semua. Mereka pilih Nurdin dengan suara bulat saat Nurdin Halid dipenjara, dan ini jelas melanggar Statuta FIFA. Jadi bukan cuma K-78!

Perbedaannya sekarang, kelompok yang anti GT-AP kini mengusung dua nama terkuat yang semuanya orang dekat Nurdin Halid, yaitu:  Agusman Effendi (anggota DPR dari Golkar) dan Ahsanul Qosasih (anggota DPR dari Demokrat). Status mereka sebagai politisi jelas rawan sekali membawa PSSI sebagai kendaraan politik seperti Nurdin Halid dulu. Mereka juga sulit dipercaya bakal menjalankan reformasi total di PSSI, termasuk membongkar seluruh skandal suap dan kolusi yang menyelimuti rezim Nurdin Halid, termasuk kolusinya dengan beberapa pejabat FIFA (antara lain Thierry Regennas), hingga Nurdin disahkan sebagai ketua umum PSSI lagi meski statusnya adalah narapidana.

Agusman Effendi ini malah menempatkan diri jadi bempernya Nurdin saat Nurdin di penjara selama dua tahun. Ia terima perintah Nurdin sebagai pelaksana tugas ketua umum PSSI selama Nurdin dipenjara. Sedangkan Ahsanul Qosasih adalah bendahara PSSI, yang diduga bermasalah keuangannya, terutama dalam kaitan dengan APBD dan APBN.

Sedangkan kelompok 78 jelas memihak orang baru, yaitu George Toisutta dan Arifin Panigoro yang lebih independen daripada Ahsanul Qosasih (DPR Demokrat) dan Agusman Effendi (DPR Golkar).
GT-AP juga berperan besar dalam gerakan reformasi PSSI, yang akhirnya menjungkalkan razim Nurdin Halid. Di tangan mereka agenda reformasi PSSI lebih memungkinkan dilaksanakan. Dan karena keduanya tidak pernah masuk dalam ketiak rezim Nurdin Halid, maka mereka tak punya beban moral untuk membongkar seluruh skandal suap dan kolusi di tubuh PSSI era Nurdin.

FIFA dibawah kendali Thierry Regennas nampaknya cukup ketakutan dengan sepak terjang GT-AP, yang mungkin bakal membongkar habis skandal-skandal Nurdin, karena itu akan berimbas ke dirinya dan beberapa pejabat FIFA yang memback up Nurdin dulu.
Jadi, kenapa ada orang yang justeru memusuhi kelompok 78? Kenapa mereka tidak memasalahkan kelompok lainnya yang mengusung orang-orang dekat Nurdin untuk jadi ketua umum PSSI? Dimana akal sehat? Dimana sikap reformis mereka?
Atau jangan-jangan itu karena GT seorang jenderal? Terus kenapa kalau dia jendral? Bukankah Agum Gumelar dulu juga seorang jendral aktif saat menjabat ketum PSSI? Begitu pula dengan jendral-jendral sebelumnya seperti Kardono dan Bardosono?

Jujurlah kawan! Nurdin Halid bisa lengser seperti itu ya juga karena perjuangan habis-habisan GT dan AP. Dibutuhkan tangan seorang jendral untuk bisa menggusur dikatotor Nurdin yang didukung duit besar Bakrie. Arifin Panigoro habiskan uang pribadi sampai 100 miliar untuk mereformasi PSSI, lewat jalur LPI, sebuah liga yang profesional, bebas dari APBD. Bukan seperti LPI yang amatiran, hidup dari APBD. AP juga janjikan akan berikan Rp 1 M untuk setiap Pengprov sebagai dana pembinaan sepakbola di setiap daerah. Dan yang pasti, Arifin tak akan cari makan di PSSI! Ia yang keluar duit untuk jadikan PSSI sebagai Macan Asia! Seperti janji Toisutta di DPR. Harusnya kita semua berterima kasih pada mereka berdua, bukan malah menjegal mencaci mereka!

(Mansyur Alkatiri).

Kemudian, jika kita mau melihat dengan lebih bijak, kisruh PSSI tidak seharusnya membawa kita pada dualisme kelompok, tapi mesti juga di lihat dari perspektif yang netral. Bahwa PSSI berada di bawah FIFA memang benar, namun bahwa PSSI juga adalah organisasi olah raga dibawah KONI itu juga harus dilihat sebagai sebuah fakta.

Seharusnya PSSI berani mengambil jalan yang terbaik, kalau terpaksa mungkin bisa sedikit ekstrem (keluar dari FIFA untuk sementara) hingga semua persoalan diselesaikan secara internal. baru kemudian masuk lagi sebagai anggota FIFA, toh dulu kita juga pernah keluar dari PBB dan kemudian masuk kembali jadi anggota PBB.

Bahasa kasarnya, kisruh PSSI ibarat borok yang sudah membusuk, maka untuk mengobatinya harus dibuat luka sampai berdarah-darah lalu diobati agar sembuh total. Biar saja PSSI di suspend sama FIFA, lakukan perbaikan dan pembenahan lalu nanti baru masuk lagi. Kita tidak perlu berharap banyak dari FIFA untuk membenahi PSSI karena organisasi ini pun tidak lepas dari tudingan kasus suap dan penyelewengan terhadap sejumlah pengurusnya. 

Saya tetap dukung sepakbola Indonesia, buat pemerintah tolong segera hentikan Kisruh PSSI,  buat PSSI lakukan yang terbaik, jangan takut dengan intervensi dari pihak manapun !!!


***

0 komentar:

Posting Komentar

Trackbacks/Pingbacks

Archive Post