Sebelum saya uraikan pendapat saya, silahkan kamu baca dulu artikel lengkapnya agar kita bisa sama-sama berpikir dan menilai bagaimana esensi artikel tersebut:
Benang Merah Pancasila dan Zionisme dalam Talmud Yahudi
Oleh: Irfan S Awwas
(Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin)
FENOMENA munculnya komunitas Yahudi secara terbuka di Indonesia menarik dicermati, setidaknya karena dua alasan. Pertama, selain belum memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, secara konstitusional Indonesia belum mengakui eksistensi negara Israel yang masih menjajah negara Palestina.
Kedua, merebaknya isu Negara Islam Indonesia (NII) KW 9, yang diklaim sebagai akibat ditinggalkannya ideologi Pancasila, yang ditengarai sejumlah pihak telah mengalami keropos dan ditinggalkan rakyat.
Kenyataan ini mendorong munculnya wacana 4 pilar kebangsaan. Yaitu NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Lalu, apa relevansinya mengaitkan kitab suci Yahudi, NII dan semangat kembali ke Pancasila? Tulisan berikut ini akan mengurai, adakah benang merah Pancasila dan Zionisme dalam Talmud Yahudi.
Pancasila dalam Talmud
Selama ini, Pancasila diyakini sebagai made in Indonesia asli, produk pemikiran yang digali dari rahim bumi pertiwi. Kemudian, berhasil dirumuskan sebagai ideologi dan falsafah bangsa oleh Bung Karno, hingga menjadi rumusan seperti yang kita kenal sekarang.
Sejauh mana klaim di atas memperoleh legitimasi historis serta validitas akademik? Adakah bangsa lain dan gerakan ideologi lain yang telah memiliki Pancasila sebelum Soekarno menyampaikan pidatonya di depan sidang BPUPKI, 1 Juni 1945?
....Pancasila bukanlah produk domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional....
Sebagai peletak dasar negara Pancasila, Bung Karno mengaku, dalam merumuskan ideologi kebangsaannya, banyak terpengaruh pemikiran dari luar. Di depan sidang BPUPKI, Bung Karno mendiskripsikan pengakuannya:
“Pada waktu saya berumur 16 tahun, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis bernama A. Baars, yang memberi pelajaran pada saya, ‘jangan berpaham kebangsaan, tapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia”.
Tetapi pada tahun 1918, kata Bung Karno selanjutnya, alhamdulillah ada orang lain yang memperingatkan saya, yaitu Dr. Sun Yat Sen. Di dalam tulisannya San Min Chu I atau The Three People’s Principles, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan A. Baars itu. Sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan di hati saya oleh pengaruh buku tersebut.”
Pengakuan jujur Bung Karno ini membuktikan, sebenarnya Pancasila bukanlah produk domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional yang dikemas dalam format domestik.
Sebagai derivasi gerakan Zionisme internasional, freemasonry memiliki doktrin Khams Qanun yang diilhami Kitab Talmud. Yaitu, monoteisme (ketuhanan yang maha esa), nasionalisme (berbangsa, berbahasa, dan bertanah air satu Yahudi), humanisme (kemanusiaan yang adil dan beradab bagi Yahudi), demokrasi (dengan cahaya Talmud suara terbanyak adalah suara tuhan), dan sosialisme (keadilan sosial bagi setiap orang Yahudi). (Syer Talmud Qaballa XI:45).
Tokoh-tokoh pergerakan di Asia Tenggara juga merujuk pada Khams Qanun dalam merumuskan dasar dan ideologi negaranya. Misalnya, tokoh China Dr. Sun Yat Sen, seperti disebut Bung Karno, dasar dan ideologi negaranya dikenal dengan San Min Chu I, terdiri dari: Mintsu, Min Chuan, Min Sheng, nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme.
Asas Katipunan Filipina yang dirumuskan oleh Andreas Bonifacio, 1893, dengan sedikit penyesuaian terdiri dari : nasionalisme, demokrasi, ketuhanan, sosialisme, humanisme. Begitupun, Pridi Banoyong dari Thaeland, 1932, merumuskan dasar dan ideologi negaranya dengan prinsip: nasionalisme, demokrasi, sosialisme, dan religius.
Sedangkan Bung Karno, proklamator kemerdekaan Indonesia, pada mulanya merumuskan ideologi dan dasar negara Indonesia yang disebut Panca Sila terdiri dari: nasionalisme (kebangsaan), internationalisme (kemanusiaan), demokrasi (mufakat), sosialisme, dan ketuhanan.
Prinsip indoktrinasi Zionisme, memang cukup fleksibel. Dan fleksibilitasnya terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan pola pikir pimpinan politik di setiap negara.
....Rumusan Pancasila versi Bung Karno, memiliki kesamaan dengan doktrin zionisme yang dijiwai Talmud....
Pertanyaannya, adakah kesamaan ideologi dari tokoh dan aktor politik di atas bersifat kebetulan, atau memang berasal dari sumber yang sama, tapi dimainkan oleh aktor-aktor politik yang berbeda?
Dalam kaidah mantiq, dikenal istilah tasalsul, yaitu rangkaian yang berkembang, mustahil kebetulan. Artinya, sesuatu yang berpengaruh pada yang sesudahnya, pastilah bukan kebetulan.
Rumusan Pancasila versi Bung Karno, memiliki kesamaan dengan doktrin zionisme yang dijiwai Talmud. Sehingga, klaim Pancasila sebagai produk domestik terbantahkan secara faktual.
Intervensi ideologi ini, berpengaruh besar terhadap perkembangan Indonesia pasca kemerdekaan. Di zaman demokrasi terpimpin, pengamalan Pancasila berwujud Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme). Sedang di zaman orde baru, praktik Pancasila berbentuk asas tunggal. Kedua model amaliah Pancasila itu, telah melahirkan ideologi politik traumatis.
Melestarikan Pancasila seperti diwariskan kedua rezim di atas, berarti melestarikan doktrin Yahudi, yang bertentangan dengan konstitusi negara. Dan tidak konsisten dengan semangat kemerdekaan. Muqadimah UUD 1945, menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Dalam kaitan ini, pemerintah bertanggungjawab merealisasikan dasar dan ideologi negara, selaras dengan muqadimah UUD ’45. Seperti tertuang dalam pasal 29 ayat 1, bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
....Melestarikan Pancasila seperti diwariskan kedua rezim di atas, berarti melestarikan doktrin Yahudi...
Prof. Hazairin, SH menafsirkan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah: pertama, di negara RI tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan agama. Kedua, negara RI wajib melaksanakan Syariat Islam bagi umat Islam, syariat Nasrani bagi umat Nasrani, dan seterusnya sepanjang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara. Ketiga, setiap pemeluk agama wajib menjalankan syariat agamanya secara pribadi. (Demokrasi Pancasila, 1975).
Oleh karena itu, hasrat membicarakan kembali Pancasila sekarang haruslah dalam semangat kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Tanpa intervensi ideologi asing, dan tanpa mendiskreditkan pihak lain dengan alasan antipancasila, anti NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan slogan lainnya. Setiap warganegara berhak ikut merumuskan dasar dan ideologi negara yang benar, tanpa intimidasi dari pihak manapun. [saya cuplik dari : voa-islam.com]
Sekarang saya ajak untuk mencermati Pancasila. Silahkan baca artikel diatas dan coba kita cermati, pada kalimat "....Pancasila bukanlah produk domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional...." secara logika dan penelusuran sejarah mungkin sekali hal itu benar.
Taruhlah mungkin memang dulu Bung Karno dalam perumusan Pancasila banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran barat, kemudian dipengaruhi juga oleh Ideologi dari China dan Yahudi, namun apakah itu berarti kita ikut melaksanakan doktrin-doktrin semacam itu?
Saya pakai analogi lebih sederhana, saya itu alergi dengan yang namanya buah durian, namun ibu saya senang sekali membuat es krim rasa durian, dan anehnya ketika ibu saya membuat es krim rasa durian kenapa saya tidak lagi alergi memakan es krim tersebut, padahal sama-sama mengandung durian?
Nah, inilah juga yang ada dalam pancasila. Mungkin memang komposisi (sebelum dikemas menjadi 5 sila tersebut) elemen-elemen pembentuk pemikirannya berasal dari mana-mana, ada dari paham komunis, sosialis, yahudi, atau dari barat sekalipun, namun saat dia telah diolah dengan pemikiran matang bersemangat kebangsaan Indonesia, maka sisi-sisi negatif dari luar itu akan di filter dengan sendirinya.
Bukan hanya Bung Karno yang saya katakan disini, bahkan Pak Harto yang konon katanya sengaja merebut kekuasaan dari Pak Karno juga mengagumi Pancasila, dan pada perkembangannya justru di tangan Suharto-lah Pancasila mencapai kesakralan dan kesaktiannya. Bayangkan jika dulu Suharto tidak mewajibkan Penataran P4 dan Pancasila, apakah pancasila dapat berjaya seperti sekarang ini.
Kembali lagi pada Pancasila, kita semua tahu bahwa sekarang pancasila tak lagi menjadi isu populer di tengah masyarakat. Dewasa ini pancasila hanya sekedar formalitas belaka, akhirnya kita merasakan pemahaman yang tidak menghadirkan kondisi falsafah hidup bangsa sebagai kebutuhan yang mengalir dan menjadi sikap sebagai karakter bangsa. Betapa pentingnya karakter sebagai kunci untuk mempertimbangkan resistensi terhadap nilai-nilai yang menggoyahkan pancasila. Dan salah satu hal yang ikut menyumbang pada pelemahan nilai-nilai Pancasila adalah jika kita terus-terusan sok tau memperdebatkan Pancasila seperti pada artikel diatas.
Pancasila menjadi kurang sakti itu karena banyak orang yang mau "memodifikasinya". Jika memang pancasila itu ingin kita anggap sebagai falsafah negara (dan bangsa Indonesia memang telah sepakat demikian), maka kita harus junjung kemurniannya. Kalau perlu jangan dibuka celah diskusi, jika nanti hal itu malah akan melemahkan bangsa.
Pancasila sebagai produk manusia, sudah barang tentu ada kekuarangan, namun jika kekurangan/kelemahan tersebut kita tonjol-tonjolkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka itu bisa menjadi awal bahaya bangsa. Tidak usah kita kait-kaitkan Pancasila dengan Komunis, China, atau Yahudi, bahkan jika seandainya itu benar-pun saya lebih setuju jika hal itu tidak usah dibicarakan, biar Pancasila sebagai pemersatu kita tidak goyah karena isu-isu rasialis dan sejenisnya, ingat persatuan NKRI berdasarkan Pancasila itu lebih mahal dari sekedar dugaan-dugaan asal-usul Pancasila yang belum jelas kebenarannya.