Demi mempelopori sikap transparansi dan keterbukaan, PRESIDEN SBY dan Wakil Presiden Boediono mengumumkan jumlah harta kekayaan mereka, akhir pekan lalu. Lebih dari itu, seorang presiden (Indonesia) ternyata tidak harus lebih kaya dari wakilnya!
Kalau boleh mengkritisi pengumuman tersebut, setidaknya banyak hal baru yang semestinya masih bisa diungkap. Misalnya Presiden SBY memang seorang yang berpikir sangat taktis dan strategis dalam pencitraan. Melalui pengumuman itu terbentuk citra baru bagi SBY bahwa menjadi presiden tidak otomatis harus kaya. Atau selisih kekayaannya dengan Wapres Boediono cukup signifikan, Rp20 miliar.
Bagi rakyat awam soal kekayaan Wapres cukup menarik. Soalnya kurang dari setengah tahun menjadi RI-2, kekayaannya naik sekitar Rp6 miliar. Memang disebutkan bahwa kenaikan itu berasal dari hasil investasi. Cuma tidak disebutkan di bidang apa saja Wapres berinvestasi.
Andaikata boleh ditelusuri lebih jauh, akan lebih menarik lagi bila dibuka siapa mitranya dalam berinvestasi itu? Bagaimana dia membagi waktu kerja untuk tugas sebagai wakil presiden dan sebagai pribadi yang melakukan bisnis investasi. Atau apakah investasi itu dilakukan dalam bentuk pembelian saham di pasar modal atau kegiatan bisnis lainnya?
Seorang sahabat memperlihat sms bahwa sebetulnya akan sangat menarik bila dilihat perbandingan angka kekayaan Wapres Boediono ketika namanya diumumkan sebagai pasangan capres SBY. Di masa pilpres itu, kekayaan Boediono sebagai cawapres diumumkan jauh lebih besar dari angka pekan lalu. Sejauh mana akurasinya memang sebaiknya semua pihak melakukan pengecekan secara silang.
Boediono sebelum menjadi wapres dikenal sebagai gubernur Bank Indonesia. Sebelum menjadi gubernur BI, dia pernah menjadi menko Perekonomian.
Tapi bagi Boediono, pos di BI bukan baru kali pertama. Boediono juga merupakan seorang anggota Dewan Gubernur BI ketika krisis keuangan melanda Indonesia pada 1998. Dan seperti banyak disebut-sebut media, ketika BI mengeluarkan dana talangan Rp600 triliun yang kemudian dikenal dengan istilah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Boediono juga punya peran besar dalam pengambilan keputusan itu. Hanya saja pengambilan keputusan tentang BLBI itu tidak dipersoalkan seperti ketika BI membantu Bank Century.
Hingga kini kecurigaan dari berbagai kalangan terhadap para anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam pengelontoran BLBI berjumlah ratusan triliun itu, belum berhenti. Kecurigaan itu lebih pada pertanyaan, apa iya uang yang digelontorkan BI itu seluruhnya atau semuanya hanya jatuh ke para pemilik bank atau bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas?
Atau apakah benar semua anggota Dewan Gubernur BI itu tidak menerima 'paket terima kasih' dari para konglomerat yang mereka tolong?
Ada yang mencurigai para petinggi BI di era 1998 itu dengan membuat perumpamaan seperti berikut: “Sekering-keringnya talang air yang dibuat hanya untuk dilalui oleh air di musim hujan, tetap saja talang air itu akan basah....”
Artinya tidak masuk akal apabila para anggota Dewan Gubernur tidak mendapat upeti sekecil apapun bentuknya. Terutama karena di era itu belum ada KPK dan yang namanya KKN atau NKK sangat kental dipraktekkan.
Hanya saja banyak orang beranggapan menuding Boediono sebagai seorang korup, sangat tidak bijaksana. Dari penampilannya yang sangat bersahaja dan postur tubuhnya yang tidak gemuk, kata banyak orang, Boediono bukanlah sosok yang suka korupsi. “Dia orang baik...,” kata beberapa sahabat.
Lantas bagaimana dengan kekayaan SBY?
Di era Presiden Megawati, SBY menduduki pos Menko Polkam. Posisi ini tidak dianggap sebagai “pos basah”. Sebelum duduk di pos tersebut, di era Presiden Abdurrahman Wahid, SBY menduduki pos menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Pos ESDM ini dianggap pos 'basah'. Tapi kata orang, sulit bagi SBY ketika menduduki pos itu melakukan pengumpulan korupsi. Sebab selain masa jabatannya singkat juga sosok dan wajah SBY menunjukkan bahwa dia orang bersih.
Hanya saja yang selalu menjadi pertanyaan adalah berapa sih pendapatan seorang jenderal, apakah bintang satu, dua, tiga atau bintang empat?
Pertanyaan ini terkait fakta yang sering dikemukakan para purnawirawan jenderal bahwa gaji mereka yang sesungguhnya, ketika masih aktif - per bulan tidak sampai Rp10 juta. Oleh karena itu muncul pertanyaan dari mana sumber pendanaan SBY sehingga sebelum menjadi Menteri bahkan Presiden, ia sudah bisa membeli rumah di Cikeas, Jawa Barat?
Soalnya rumah pribadi itu, tergolong rumah mewah, baik ketika Cikeas belum dikenal sebagai hunian presiden.
Pertanyaan soal kekayaan presiden dan wakil presiden 2009-2014 bukanlah sebuah isu hangat seperti Skandal Bank Century. Tetapi pengumuman kekayaan RI-1 dan RI-2 itu menjadi menarik diperbincangkan karena pengumuman itu dilakukan pada saat DPR baru saja melakukan pemungutan suara soal kebijakan memberi dana talangan Rp6,7 triliun kepada sebuah bank bermasalah.[inilah.com]
0 komentar:
Posting Komentar
Trackbacks/Pingbacks