"Saya kira tidak perlu sampai melakukan tindakan berlebihan, seperti sweeping terhadap para gigolo di Kuta. Itu tidak penting, kecuali terhadap mereka yang membahayakan," ujarnya di Kuta, Minggu (2/5/2010).
Ia mengemukakan, keberadaan gigolo di Kuta sulit diberantas. Hal itu disebabkan selain sudah ada sejak puluhan tahun lalu, mereka juga memiliki komunitas layaknya komunitas lainnya, seperti gay, yang selalu tumbuh seiring dinamika masyarakat.
Menurut wanita yang mengenal banyak komunitas masyarakat di Bali ini, komunitas gigolo lahir dalam kehidupan masyarakat Kuta sejak puluhan tahun lalu sehingga tidak mudah untuk dihilangkan begitu saja. Ada tiga kategori yang bisa secara tepat menggambarkan sosok gigolo di kawasan internasional Pantai Kuta adalah :
"Pertama, gigolo yang merupakan profesi permanen sehingga mereka menjadikan gigolo sebagai profesi untuk semata mendapatkan uang. Jadi, mereka ini bekerja profesional untuk memenuhi hasrat para turis," ujarnya.
Kategori kedua adalah gigolo kontemporer, di mana mereka awalnya masuk ke dunia gigolo hanya untuk mencoba-coba. Mereka ini nantinya ada yang menekuni gigolo sebagai profesi, tetapi ada juga yang sebaliknya.
"Yang berbahaya dan patut di waspadai adalah mereka yang masuk kategori ketiga, yakni gigolo musiman, di mana mereka semata-mata mencari duit dan bukan sebagai profesi. Jadi jangan di sama ratakan," kata Viebeke.
Mereka yang menjadikan gigolo untuk lahan mencari duit ketika menemukan pasangan kerap berbuat nekat dan membahayakan, seperti serangkaian kasus terbunuhnya wanita Jepang di Kuta beberapa waktu terakhir.
[entertainment.kompas.com]
0 komentar:
Posting Komentar
Trackbacks/Pingbacks